Maka dengan cemas hati; dia melarikan diri ke negeri jauh, mencoba menghapus jejak kenangan atas segala kesalahan di kotanya. Maka diarunginya padang pasir yang menyengatkan terik; batu & kerikil serasa menyala, & matahari sama sekali tak bercadarkan awan.
Dalam langkah-langkah yang menyiksa tubuh & memayahkan jiwa itu; dia berjumpa kawan perjalanan. Dan hebat; beliau seorang Nabi. Menghadapi cuaca yang demikian berat; sang Nabi berkata pada si pendosa; "Mari berdoa, agar Allah memayungkan awan di perjalanan!"
Memerah muka sang pendosa; takut-takut dia berkata, "Demi Allah, aku malu meminta hal itu, aku merasa tak layak berdoa kepadaNya." Nabi Bani Israil itu tersenyum; "Baiklah aku yang berdoa. Kau cukup mengaminkan saja!" Tak lama, awanpun menaungkan bayang-bayang.
Lalu tibalah di persimpangan; tujuan berbeda haruskan mereka berpisah arah. Maka setelah salam, masing-masing menempuh jalannya.
"Saudara! Tunggu! Kaubilang tadi tak punya keutamaan apapun; bahkan berdoapun merasa tak layak; tapi awan itu malah mengikutimu!"
Katakan padaku", desaknya, "Apa yang menjadi rahasia kemuliaanmu di sisi Allah sehingga justru ucapan Aamiin-mu yang dikabulkan!
Lelaki itu kebingungan. "Apa? Aku tak tahu duhai Nabi Allah.. Aku tak tahu.. Aku hanya pendosa nista yang lari dari masa lalu.."
"..Aku ahli maksiat yang hina, & kini begitu haus akan ampunan Rabbku!", ujarnya. "Itulah dia! Itulah dia!", sahut Sang Nabi.
"Sungguh benar; di sisi Allah, kemuliaan seorang yang bertaubat bisa mengungguli keutamaan seorang Nabi seperti aku", pungkasnya.
@salimafillh #kisah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar